Lukisan Kanvas Dua Wajah

Maret 03, 2018
















“Amak ingin punya foto yang dilukis.”


Ucapan itu selalu terngiang saat saya melihat sebuah amplop yang terselip di antara dokumen penting di rak buku. Amplop itu berisi foto dengan gambar seorang perempuan dan lelaki muda. Foto yang kini seharusnya  jelma menjadi lukisan; sebuah lukisan kanvas dua wajah. 

Setiap kali saya membuka amplop, perempuan dalam foto akan menyunggingkan senyum damai. Senyum yang selalu membuat saya kuat. Senyum yang memberi kehangatan di saat saya tengah lemah. 

Perempuan itu, yang memakai baju kurung merah muda dengan selendang di kepalanya adalah Amak. Ibu yang melahirkan, dan membesarkan saya. Ibu yang padanya saya temukan kedamaian. Ibu yang selalu membuat saya rindu. Rindu untuk pulang.


foto yang ingin dilukis

***


Lima tahun lalu, saat saya pulang kampung untuk pertama kali setelah setahun bekerja di Jakarta Amak pernah menyampaikan sebuah keinginan.

"Mak ingin punyo foto yang dilukis," ujar Amak saat kami tengah bercengkerama di ruang keluarga.

Amak lalu meminta saya mencari tahu tempat pembuatan lukisan kanvas. Menurut Amak, di Jakarta ada banyak pelukis wajah. Namun, setelah pembicaraan hari itu Amak tak pernah lagi menyinggung soal itu. Termasuk ketika saya pamit untuk kembali ke Jakarta.

Saya bisa memahami kenapa Amak sampai sekarang tak pernah bertanya. Amak mungkin tak mau keinginan itu menjadi beban. Atau mungkin karena Amak tak mau meminta. Entahlah. Yang jelas niat untuk membuatkan sebuah lukisan kanvas dua wajah sudah bulat di dada.

Sebelum berangkat, saya mencari foto yang pas. Saya menemukan sebuah foto yang diambil saat Amak dan Abak baru menikah. Saya berharap daur ulang foto itu menjadi lukisan dua wajah akan menjadi hadiah manis menemani hari-hari Amak dan Abak di rumah.  Apalagi sekarang, di kampung Abak dan Amak tinggal berdua saja. Kami empat bersaudara tinggal di kota yang berbeda. 

selalu bersama


Begitu sampai di  Jakarta, segera saya menuju Blok M Square. Saya ingat pernah melihat beberapa pelukis di sana. Setelah berkeliling saya menemukan pelukis yang cocok. Tapi yang terjadi berikutnya sungguh di luar perkiraan. 

Bapak pelukis menyebutkan harga yang tak saya sangka. Untuk satu lukisan sebesar kertas A4 biaya terendah Rp800 ribu. Sedangkan ukuran A3 seperti yang saya rencanakan biayanya lebih dari sejuta. 

Bagi saya yang waktu itu hanya bergaji sedikit di atas UMR, uang sebanyak itu amatlah besar. Sungguh. Saya amat ingin membuatkan Amak sebuah lukisan. Tapi sebagai pekerja biasa, membelanjakan uang untuk lukisan baru menjadi prioritas kesekian dalam neraca keuangan saya.

Saya lalu bertanya pada pelukis lain. Hasilnya tak jauh berbeda. Sampai akhirnya saya menyerah dan pulang dengan tangan kosong. 

Sesampai di kos, foto itu saya simpan dalam amplop. Saya berharap segera punya rezeki lebih untuk membuat lukisan kanvas. Namun, hingga hari ini, foto itu masih duduk manis di tempat semula. 

***

Saat ini saya berencana mewujudkan mimpi Amak. Saya ingin memberi Amak lukisan kanvas dengan dua wajah di atasnya. Wajah Amak dan Abak. Semoga bisa menjadi hadiah sekaligus kado pernikahan Amak Abak ke-36 pertengahan Januari nanti.











You Might Also Like

9 comments

  1. Setuju mba. Untuk Ibu memang harus berikan yg terbaik. Semangat mba. mudah2an bisa kasih hadiah istimewanya. Salam

    BalasHapus
  2. Wis. Smangat Mba Ira. smoga bisa kasih hadiah istimewa tuk Amaknya.

    Tulisannya mengharukan sekali.

    BalasHapus
  3. saya juga pingin buat lukisan wajah tapi blum kesampaian. Ide bgus juga ya dijadiin kado. Apalagi buat ibu. semoga terwujud.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba. dibanding karikatur lukisan wajah memang lebih banyak nuansanya. lebih teduh juga..

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  4. Wah mau mba ikutan. mau bikin lukisan wajah juga. aniwei moxy itu apa mba

    BalasHapus
  5. Amin.... semoga kita bisa selalu membahagiakan amak dan abah :)

    BalasHapus