Pengalaman Naik Kapal Penyeberangan di Merak
Juni 23, 2018Libur lebaran kali ini benar-benar special buat saya dan keluarga. Awalnya tak ada rencana untuk mudik lebaran tahun ini. Alasannya ada dua.
Pertama, karena pertengahan Juli kami juga harus pulang karena di kampong akan digelar pesta pernikahan adik. Jadi pulangnya dirapel saja untuk menghemat anggaran.
Kedua karena kami masih menunggu keputusan tentang suatu hajat besar yang akan berlangsung setelah libur lebaran.
Meski begitu, jauh di dasar hati saya masih menyimpan harapan untuk bisa mudik tahun ini. Alasannya tahun lalu saya dan suami juga tak berlibur di kampung halaman. Jadi kerinduan untuk menghabiskan lebaran bersama keluarga besar memanggil-manggil untuk pulang.
Skenario dari langit
Manusia berencana, tuhan yang memutuskan. Keinginan untuk bisa berlebaran di kampung halaman ternyata dijawab Tuhan dengan cara indah. Pertengahan Ramadhan, saya dan suami secara kebetulan mendapat kabar segar di pagi hari. Kami mendapat akses akomodasi dan transportasi untuk mudik ke kampung halaman tanpa keluar biaya.
Pucuk dicinta si bulan tiba. Kesempatan ini akhirnya kami manfaatkan. Namun ada satu hal yang sempat menjadi beban. Bagaimana dengan anak-anak. Apakah mereka siap? Apalagi ketiga krucils semuanya masih balita.
Dalam waktu yang serba terbatas, kami akhirnya mempersiapkan segala hal. Selain perlengkapan mudik juga mempersiapkan kesehatan dan mental anak-anak. Kami jadi rajin memastikan asupan makanan dan gizi mereka. Anak-anak juga mulai diberi pemahaman bahwa kita akan pulang kampung ke rumah nenek menempuh perjalanan darat dua hari dua malam.
Di luar dugaan mereka amat antusias. Apalagi saat mereka tahu akan merasakan pengalaman baru selama perjalanan mudik. Mereka akan naik kapal laut. Asyikkk… Poangg poanggg….
Seru dan bersemangat
Ketika hari kepulangan tiba, saya bersyukur anak-anak masih antusias seperti saat mereka tahu bahwa kami akan pulang kampung. Jumat, 8 Juni 2018 bismillah kami memulai perjalanan. Berangkat pagi start dari taman mini, kami sampai di pelabuhan Merak pada siang hari. Sekira pukul 14.00 WIB.
Matahari bersinar dengan lembut. Awan putih berjejer di beberapa sudut.
Anak-anak bersemangat saat kendaraan yang kami tumpangi mengantri untuk masuk kapal.
“Lihat, sebentar lagi kita akan masuk ke lambung kapal. Nanti kita akan berada di tengah.”
Papanya anak-anak semangat menjelaskan proses antri. Ya. Kendaraan kami akan segera memasuki kapal. Anak-anak tambah antusias.
Setelah masuk ke badan kapal dan parkir di lambung kapal, kami naik ke atas. Semula kami berencana menunggu dan menikmati perjalanan di ruang penumpang. Namun karena melihat ada tikar yang disusun rapi kami tertarik untuk memboking salah satu tikar. Arahnya menghadap laut lepas. Lebih seru karena tempat yang kami pilih terlindung dari sinar matahari. Jadi anak-anak makin bersemangat.
“ma itu kapalnya banyak.” Ujar Bintang
Melihat Bintang dan Zizi antusias, bayi Arsyad tak kalah bersemangat. Setiap kali melihat kapal melintas ia akan semangat menunjuk-nunjuk. “pall…pall….pal…”
Si cantik Zizi justru lebih tertarik melihat buih dan gelombang air. Matanya tak henti memperhatikan permukaan laut yang menari-nari. Perjalanan laut di atas kapal selama dua jam menjadi tak terasa.
Untuk beberapa saat, suami dan si sulung Bintang meninggalkan saya Zizi dan Arsyad. Mereka menunaikan kewajiban pada pencipta. Selepas Bintang dan Dady, giliran saya dan Zizi. Alangkah nikmat dan syahdu merasakan air segar di tengah laut. Memanjatkan syukur pada sang Khalik.
Dan setelah berdoa, kami melewati kios jualan. Zizi tergoda membeli popmie dan cokelat. Akhirnya siang itu berlalu dengan makin berkesan sembari anak-anak menikmati segelar popmie hangat. Tentu saja dengan bumbu yang teramat sedikit.
Hampir dua jam, kami sampai di Bangkaheuni. Wellcome Sumatera. Kami tiba!
0 comments