Jangan karena Kusta Kita Berbeda
Juni 21, 2021Sudah cukup lama kita hidup dalam dunia yang penuh stigmatisasi. Merendahkan dan mengucilkan. Ah bukan. Bukan bermaksud pesimistis, tapi memang begitu adanya. Lingkungan cenderung meninggalkan orang-orang yang terlihat tak sama dengan kebanyakan. Pun dengan Orang yang Pernah Menderita Kusta (OPYMK).
Mereka yang mengalami disabilitas dianggap tidak cakap, tidak memenuhi kualitas, dan lebih parah lagi dianggap bisa menjadi sumber masalah. dibatasi akses untuk beberapa hal. Dan bahkan dihalangi untuk bisa beraktivitas seperti orang kebanyakan.
Haruskah kita biarkan? Berdiam diri dan memilih tak peduli?
Selasa, 15 Juni 2021 lalu saya merasa bersyukur bisa mengikuti webinar sekaligus Talkshow Ruang Publik KBR - Kesempatan Kerja Bagi Disabilitas dan Bekas Penyandang Kusta. Kesempatan yang membuat saya optimistis selama masih ada yang peduli ketidakadilan bisa diperangi.
Pada talkshow ini hadir tiga narasumber yaitu Angga Yanuar, Manajer Proyek Inklusi Disabilitas NLR Indonesia, Zukirah Ilmiana, Owner PT Anugerah Frozen Food, dan Muhammad Arfah, pemuda OPYMK. Talkshow berlangsung dengan renyah karena dipandu oleh Mas Rizal Wijaya yang merupakan penyiar senior di KBR.
Angga mengatakan bahwa Indonesia masih menempati peringkat 3 terbanyak penyakit Kusta. Berada di bawah India dan Brazil. Pada 2000 angka kusta baru turun. Sejak 2015 temuan kasus baru di Indonesia terus turun yaitu 17.000-15.000 kasus per tahun.
Kusta adalah penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri. Faktanya kusta ini merupakan penyakit tropikal yang terabaikan. Secara umum merupakan penyakit kulit yang perlu mendapatkan penanganan cepat untuk menghentikan serangan terhadap saraf tepi. Kusta yang terlambat ditangani bisa mengganggu aktivitas.
Di Indonesia, sekarang masih ada 9 provinsi yang belum bebas kusta. Namun lokasi seperti Papua, NTT, Jawa Timur, Sumatera Barat masih tinggi kasusnya. Belum semua wilayah Indonesia bebas dari Kusta.
Kusta tidak mudah menular karena harus memenuhi beberapa syarat seperti adanya kontak erat. Tanda awal adalah munculnya bercak seperti tanda putih dan merah pada kulit yang diikuti dengan penebalan saraf, dan mati rasa. Kusta yang ditangani dengan cepat bisa sembuh secara total walau masih meninggalkan bekas.
Sayangnya, meski sudah sembuh dari Kusta, banyak masyarakat yang menganggap Kusta masih bisa ditularkan. Apalagi bila OYPMK mengalami disabilitas. Akibatnya, banyak muncul stigma dalam masyarakat bahwa orang yang pernah mengalami Kusta punya potensi menyebarkan pada orang lain.
Adanya diskriminasi terhadap penderita kusta ini menurut Zukirah Ilmiana, Owner PT Anugerah Frozen Food merupakan sesuatu yang harus dilawan. Masyarakat seharusnya merespon baik dengan tidak memberlakukan diskriminasi. Adanya stigmatisasi justru membunuh hak para penyandang disabilitas untuk mendapatkan hak dasar termasuk kesempatan untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan yang layak.
PT Anugerah Frozen Food merupakan salah satu initiator yang menerima program magang disabilitas dan OPYMK. Menurut Mba Zukirah, perusahaannya berinisiatif menerima magang para penyandang disabilitas demi membuka peluang kerja yang sama. Saat ini ada 1 pegawai yang menyandang disabilitas dan OPYMK. Hal ini menurut dia merupakan tanggung jawab sosial masyarakat sehingga tidak hanya bertumpu pada pemerintah melalui kementerian sosial semata.
“Kusta bukan kutukan, Kusta penyakit menular biasa yang bisa disembuhkan.”
Adanya stigmatisasi pada orang yang pernah mengalami kusta (OPYMK) dibenarkan oleh Arfah, pemuda Sulawesi Selatan. Menurut dia saat masih sekolah dulu dia selalu diejek seperti dengan sebutan monster dan roti gosong.
“Saya jadi sedih dan malu merasa sekolah.”
Tapi menurut Arfah sekarang dia sudah sembuh dan sudah bekerja. Sudah berani juga berbicara di masyarakat bahwa Kusta itu bisa sembuh. Dia mengajak para OYPMK untuk tetap percaya diri dan selalu yakin bahwa selalu ada jalan. Saat ini, Arfah sudah magang di kantor Satpol PP Sulawesi Selatan.
Pentingnya percaya diri diakui oleh Angga, Menurut dia seharusnya ada dua hal yang bisa dilakukan lingkungan yaitu meningkatkan motivasi pada OYPMK dan kedua memberi pembekalan pada OYPMK untuk meningkatkan skill mereka. Stigmatisasi perlu dilawan dengan membangun persepsi positif baik pada OYPMK maupun pada masyarakat.
Zukirah mengatakan salah satu cara menumbuhkan motivasi dan penerimaan masyarakat adalah dengan mulai meninggalkan istilah yang merendahkan seperti cacat. Lebih baik menggunakan bahasa yang lebih baik seperti disabilitas. Para OYPMK ini menurut dia perlu diberi kesempatan yang sama untuk bekerja.
Para pemilik usaha juga bisa menunjukkan kepedulian dengan memberikan akomodasi yang layak dan responsif untuk para penderita disabilitas. Sebagai contoh adalah ketersediaan bidang miring untuk menghubungkan dua tempat yang memiliki ketinggian berbeda.
NLR Indonesia dan Keadilan untuk DIsabilitas
NLR adalah sebuah organisasi non-pemerintahan (LSM) yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk akibat kusta. Visi NLR Indonesia adalah Dunia yang bebas dari kusta dan konsekuensinya; Semua orang Indonesia, terutama orang yang pernah mengalami kusta atau orang dengan disabilitas, menikmati hak-hak mereka di tengah masyarakat inklusif tanpa stigma dan diskriminasi.
Menurut Mas Angga menjelaskan, NLR bergerak untuk meningkatkan kepercayaan diri para penyandang disabilitas dan OYPMK dan meningkatkan softskill sehingga bisa mendapat kesempatan yang sama dalam bekerja. Saat ini NLR berencana untuk melaksanakan program magang pada Juli dan Agustus dengan bidang keahlian manajemen dan mobilisasi.
Pekerjaan yang cocok untuk para penyandang disabilitas menurut Mas Angga sebenarnya sangat variatif. Semua pekerjaan cocok namun memang di beberapa hal perlu ada penyesuaian. Untuk perusahaan yang ingin mempekerjakan OYPMK misalnya bisa menyediakan sarana keamanan seperti sarung tangan atau sepatu safety apabila mereka bekerja di ruangan dengan suhu tinggi.
Sukirah mengatakan hal yang patut disyukuri saat ini bahwa rekan kantor biasanya sudah mulai terbangun kesadaran untuk tidak memberikan perlakuan berbeda atau mengucilkan para penderita disabilitas maupun OYPMK.
Menurut Angga salah satu hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan keterlibatan para penyandang disabilitas dan OYPMK di perusahaan bisa dengan peran aktif pemerintah untuk memberi reward dan sanksi bagi perusahaan yang menolak. Selain itu juga perlu membangun kesadaran bersama masyarakat untuk menghilangkan stigma negatif terhadap para penyandang disabilitas dan OYPMK.
“Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang semua baik dan sempurna dan memiliki derajat sama.”
0 comments